Hubungan antara intitusi keamanan kembali memanas akibat peristiwa penyerangan dan pembakaran Polres Ogan Komering Ulu (OKU) oleh anggota TNI Angkatan Darat Bataliyon Armed 15 Kodam II Sriwija pada pukul 08.00, pagi hari Kamis, 7 Maret 2013. Aksi diduga sebagai buntut dari penembakan anggota kepolisian yang menewaskan seorang anggota TNI dari kesatuan (bataliyon) tersebut pada 23 Januari lalu. Akibat penyerangan itu beberapa fasilitas fisik milik polri terbakar (rusak), beberapa anggota polri terluka, dan suasana di tempat kejadian menjadi mencekam.
Peristiwa penyerangan dan pembakaran tersebut merupakan bukti masih tingginya rasa superioritas di kalangan institusi aparat keamanan. Sekaligus menjadi bukti ketidakharmonisan hubungan TNI dan Polri sampai sekarang. Konflik antar kedua institusi ini sudah berulang kali terjadi di banyak tempat (wilayah). Konflik seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi apabila ke dua belah pihak taat kepada kesepakatan yang telah dibuat. Antara ke dua intitusi sudah ada MoU. Ini membuktikan bahwa di tingkat implementasi MoU, ternyata tidak efektif dalam kerja sama dua instansi tersebut.
Disamping itu, apa pun alasan yang melarbelakangi terjadinya peristiwa itu, menunjukkan bahwa aparat TNI dan Polri telah memberikan contoh yang sangat buruk kepada masyarakat. Seharusnya, aparat TNI dan Polri saling bekerja sama menjaga keamanan dan pertahanan, bukan bertikai. TNI dan Polri harus saling bekerja sama dan bahu-membahu dalam menciptakan ketertiban dan keamanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Mereka tidak boleh saling menyerang. Kalau kedua institusi ini tidak bisa menjalankan tupoksinya masing-masing dengan baik, maka kepada siapa lagi masyarakat berharap.
Singkatnya, tindakan penyerangan dan pembakaran tersebut merupakan persoalan serius yang mengganggu keamanan dan ketertiban serta akan mencoreng masing-masing institusi atau kesatuan. Dengan demikian, peristiwa itu telah mencabik-cabik (mengebiri) harkat dan martabat negara. Sekaligus menunjukkan masih tingginya ego sektoral masing-masing institusi.
Dihumpun dari berbagai sumber.
Jerowaru Lombok Timur, 7 Maret 2013.
Peristiwa penyerangan dan pembakaran tersebut merupakan bukti masih tingginya rasa superioritas di kalangan institusi aparat keamanan. Sekaligus menjadi bukti ketidakharmonisan hubungan TNI dan Polri sampai sekarang. Konflik antar kedua institusi ini sudah berulang kali terjadi di banyak tempat (wilayah). Konflik seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi apabila ke dua belah pihak taat kepada kesepakatan yang telah dibuat. Antara ke dua intitusi sudah ada MoU. Ini membuktikan bahwa di tingkat implementasi MoU, ternyata tidak efektif dalam kerja sama dua instansi tersebut.
Disamping itu, apa pun alasan yang melarbelakangi terjadinya peristiwa itu, menunjukkan bahwa aparat TNI dan Polri telah memberikan contoh yang sangat buruk kepada masyarakat. Seharusnya, aparat TNI dan Polri saling bekerja sama menjaga keamanan dan pertahanan, bukan bertikai. TNI dan Polri harus saling bekerja sama dan bahu-membahu dalam menciptakan ketertiban dan keamanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Mereka tidak boleh saling menyerang. Kalau kedua institusi ini tidak bisa menjalankan tupoksinya masing-masing dengan baik, maka kepada siapa lagi masyarakat berharap.
Singkatnya, tindakan penyerangan dan pembakaran tersebut merupakan persoalan serius yang mengganggu keamanan dan ketertiban serta akan mencoreng masing-masing institusi atau kesatuan. Dengan demikian, peristiwa itu telah mencabik-cabik (mengebiri) harkat dan martabat negara. Sekaligus menunjukkan masih tingginya ego sektoral masing-masing institusi.
Dihumpun dari berbagai sumber.
Jerowaru Lombok Timur, 7 Maret 2013.
0 komentar "Konflik TNI dan Polri: Bukti Tingginya Superioritas dan Ego Sektoral Institusi", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar