Mengingat dan Memahami Kembali tentang Teori Taksonomi Bloom

Klik Untuk melihat
Teori taksonomi bloom, yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom sejak tahun 1956, sudah lama dikenal dan dikembangkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Tetapi berdasarkan pengalaman dan hasil supervisi pembelajaran di sekolah, tidak sedikit guru yang lupa terhadap teori ini, dan bagaimana penerapan bagian-bagian atau aspek-aspeknya dalam pembelajaran menjadi persoalan yang sering kali dijumpai. Dalam administrasi pembelajaran penetapan ranah yang akan dikur pencapaiannya, ternyata tidak nyambung dengan kenyataan yang terjadi dalam pelaksanaan proses pembelajaran, melenceng antara rencana dan pelaksanaannya. Penetapan suatu ranah dalam perencanaan dan proses pembelajaran sering kali tidak sesuai dengan tuntutan standar kompetensi (SK), dan kompetensi dasar (KD). Sehingga pencapaian kemampuan yang harus diukur terhadap peserta didik dalam proses pembelajaran, belum bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Alat ukur (penilaian) yang ditetapkan, belum mampu mengukur tingkat kemampuan peserta didik terhadap SK dan KD yang telah dibelajarkan. Salah menetapkan ranah dalam perencanaan pembelajaran, menyebabkan hasil dari proses pembelajaran menjadi salah arah (keliru).
Oleh karena itu, ada baiknya kita kembali mengingat dan memahami teori taksonomi bloom. Dengan demikian kita dapat menerapkan teori tersebut dengan tepat dalam pembelajaran. Sehingga ranah-ranah dalam taksonomi bloom, yang merupakan teks ideal dalam pembelajaran menjadi dapat dicapai secara optimal yang tergambar dari hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Taksonomi berarti klasifikasi hirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Misalnya, kemampuan berpikir peserta didik dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi. Konsep taksonomi bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah (kawasan atau domain). Ketiga ranah yang dimaksud, yaitu : pertama, ranah kognitif (cognitive domain) meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Kedua, ranah afektif (affective domain) meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Domain ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ketiga, ranah psikomotorik (psychomotor domain) berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Kawasan ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik, seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Dalam setiap ranah dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Dibagi menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan pengetahuan yang ada pada tingkatan pertama. Untuk memperjelas bagian-bagian dari setiap ranah (domain) yang dimaksud, berikut diuraikan secara lebih terperinci.
1. Domain Kognitif
Di bagi ke dalam enam tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berupa pengetahuan (kategori 1), dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6). Keenam tingkatan dan bagian itu meliputi :
a. Pengetahuan (knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, misalnya dalam mata pelajaran IPS, dalam KD disebutkan mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya penanggulangannya, berarti peserta didik yang mempelajari materi ini dituntut untuk bisa menjelaskan dengan baik pengertian permasalahan kependudukan, faktor-faktornya, pertumbuhan penduduk, kelahiran dan kematian, dan sebagainya.
b. Pemahaman (comprehension)
Diperkenalkan terhadap kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, peserta didik dituntut bisa memahami apa yang diuraikan dalam gambar piramida penduduk, tabel atau diagram pertumbuhan penduduk, dan sebagainya.
c. Aplikasi (application)
Di tingkat ini, seseorang (peserta didik) memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi pembelajaran. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang ledakan penduduk atau kelahiran dan kematian, peserta didik dituntut untuk mampu menghitung angka pertumbuhan penduduk, angka kelahiran dan angka kematian, dan/atau mampu merangkum dan menggambarkan penyebab dan angka ledakan penduduk, angka kelahiran dan kematian dalam bentuk diagram, tabel, dan sebagainya.
d. Analisis (analysis)
Di tingkat analisis, peserta didik akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini peserta didik diarahkan untuk mampu memilah-milah penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, membanding-bandingkan faktor penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, dan menggolongkan setiap penyebab berdasarkan karakteristiknya, atau menggolongkan faktor yang menonjol dalam ledakan penduduk tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Peserta didik di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini peserta didik mampu memberikan solusi untuk menurunkan jumlah penduduk berdasarkan pengamatannya terhadap semua faktor penyebab terjadinya ledakan penduduk.
f. Evaluasi (evaluation)
Peserta didik diperkenalkan tentang kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, peserta didik mampu menyimpulkan atau menilai alternatif solusi yang paling sesuai (cocok) diambil dalam usaha menurunkan jumlah penduduk berdasarkan efektivitas, keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Indonesia, kebermanfaatannya, dan sebagainya.
2. Domain Afektif
Domain ini terdiri dari empat bagian, yang dapat dipaparkan berikut ini.
a. Penerimaan (Receiving/Attending)
Bagian ini dalam pembelajaran bentuknya berupa peserta didik mendapatkan perhatian dari guru, serta guru mempertahankannya dan mengarahkannya.
b. Tanggapan (Responding)
Guru memberikan reaksi terhadap peserta didik, yang meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
c. Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan nilai yang diterapkan pada aspek tingkah laku peserta didik. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
d. Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda dari peserta didik, menyelesaikan konflik di antara mereka, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Dengan kata lain, melakukan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai. Dalam hal ini, guru (sekolah) dituntut untuk memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-laku peserta didik, sehingga menjadi karakteristik positif dalam hidupnya.
3. Domain Psikomotor
Ranah ini dibagi ke dalam tujuh tingkatan, seperti di paparkan di bawah ini.
a. Persepsi (Perception)
Bagian ini berarti peserta didik di dorong untuk mempergunakan alat inderanya untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan yang lain dalam proses pembelajaran.
b. Kesiapan (Set)
Peserta didik memiliki kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan ini penting untuk diketahui oleh guru.
c. Respon Terpimpin (Guided Response)
Guru menjadi pembimbing (membimbing, mengarahkan) bagi peserta didik dalam mempelajari keterampilan yang kompleks pada tahap awal, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme (Mechanism)
Guru mengarahkan peserta didik untuk membiasakan diri terhadap gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
e. Respon Tampak Kompleks (Complex Overt Response)
Guru menggerakkan (mengarahkan) peserta didik untuk dapat melakukan gerakan motoris yang terampil, yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.
f. Penyesuaian (Adaptation)
Menggerakkan peserta didik agar keterampilan yang sudah diperoleh dapat dikembangkan, sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
g. Penciptaan (Origination)
Mendorong peserta didik untuk membuat suatu pola gerakan baru atau menghasilkan suatu penemuan (hasil karya) yang baru berdasarkan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.
Demikian secara singkat saya paparkan tentang teori taksonomi bloom dalam pembelajaran, yang saya pahami. Tentu para pembaca sudah lebih paham dari saya. Saya hanya bermaksud untuk memotivasi agar kita menyegarkan kembali ingatan dan pemahaman kita tentang teori tersebut dalam pembelajaran di sekolah. Sehingga antara apa yang direncanakan sesuai (nyambung) dengan apa yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang nyata dari proses yang telah dilakukan, apa yang diukur menjadi tepat sasaran. Semoga bermanfaat.

Sumber Bacaan :

Prof. Dr. Maksum, MA, 2009. Taksonomi Bloom Revisi. http://www.iaincirebon.ac.id/maksum/?p=14. Diakses 2 Januari 2013.

Wikipedia Bahasa Indonesia, 2013. Taksonomi Bloom. http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom. Di akses 2 Januari 2013.

0 komentar "Mengingat dan Memahami Kembali tentang Teori Taksonomi Bloom", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar