Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Terhadap Orang Lain
Karena manusia itu makhluk yang berpikir dan merasa, maka dalam mempersepsi orang lain pikiran dan perasaannya bekerja, yaitu menangkap stimuli dan mengolahnya menjadi informasi (persepsi). Ketika mempersepsi orang lain, sekurang-kurangnya ada dua hal yang mempengaruhi persepsi, yaitu factor situasional dan factor personal.
Faktor Situasional yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi persepsi kepada orang lain adalah :
a. Cara menyebut sifat orang
Kalau seorang guru disebutkan oleh kepala sekolahnya bahwa Pak Guru yang ini orangnya pintar, dan saya saya murid, hanya metode mengajarnya yang masih harus diperbaiki, maka persepsi orang kepada Pak Guru adalah positif. Tetapi jika dibalik, Pak Guru ini tidak mengerti metodologi pengajaran, meskipun ia sayang murid dan pintar, maka persepsi kepadanya menjadi negatif. Jadi secara psikologis, sifat yang pertama kali disampaikan, apalagi dengan intonasi yang meyakinkan, sangat mempengaruhi persepsi.
b. Jarak
Harian Republika edisi 2 Januari 1995 memuat foto Rektor UIA sedang menyambut kedatangan Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PB NU pada acara ceramah ilmiah di hadapan peserta musyawarah alumni UIA. Kebetulan penyelenggara musyawarah itu pada hari-hari di mana pertentangan Gus Dur dengan kelompok Abu Hasan sedang gencar-gencarnya di bahas oleh Koran, termasuk Republika. Karena dalam gambar itu kelihatan sekali Rektor UIA, Sutjipto Wirosardjono MSc, dengan dengan Gus Dur, maka besoknya banyak sekali telepon dan orang yang bertanya, dan sudah mempersepsi bahwa Pak Cip adalah pendukung Gus Dur. Beberapa teman dekat yang telah mengetahui bahwa Pak Cip bukan pendukung Gus Dur pun ada yang mempersepsi bahwa Pak Cip telah berubah. Jadi jarak keakraban, jarak sosial, jarak ide, dekat atau jauh, mempengaruhi persepsi interpersonal.
Dekat dengan presiden di persepsi orang penting, dengan dengan kyai dipersepsi saleh atau ‘alim, dengan dengan Edy Tanzil dipersepsi terlihat skandal Bapindo, pendapatnya berdekatan dengan ide-ide komunis juga bisa dipersepsi sebagai Marxis.
c. Gerakan orang
Si Alex jika berbicara dengan orang selalu berkacak pinggang dan membusungkan dada, maka hampir semua orang yang melihatnya menganggapnya sebagai orang yang sombong, sedangkan si Dolah jika berbicara dengan orang lain selalu menundukan kepala dan tangannya dilipat di depan, maka orang mempersepsinya sebagai orang yang sopan atau orang yang rendah diri.
Jadi gerakan membusungkan dada dipersepsi sombong, gerakan menengadahkan kepala ketika berbicara dipersepsi sebagai pemberani, bertopang dagu dipersepsi sedih, dan menadahkan tangan dipersepsi sedang memeinta atau memohon.
d. Petunjuk Wajah
Wajah adalah cermin jiwa, oleh karena itu sifat-sifat orang terkadang dapat diketahui melalui petunjuk wajah. Ilmu tentang ini disebut Frenologi. Akan teteapi tidak semua orang dapat membaca wajah, oleh karena itu tak jarang orang keliru mempersepsi orang lain melalui wajah, baik karena tidak memiliki pengetahuan tentang itu, atau karena tertipu oleh wajah manis hati serigala, atau wajah garang hati lembut.
e. Bagaimana cara mengucapkan Lambang-lambang Verbal
Seorang perwira tinggi yang kebetulan menjabat sebagai rektor sebuah PTS, kecewa terhadap seorang stafnya tentang suatu hal. Kepada stafnya itu ia berkata, "monyet lu”. Akan tetapi, dari cara beliau mengucapkannya, yakni tidak terlalu keras dan bernuansa humor, maka orang tahu bahwa cacian monyet itu bukan lambing kemarahan besar sehingga tidak dipersepsi sebagai cacian, malah stafnya yang dimarahi sering merespon dengan senyum-senyum. Meskipun “monyet” nya sering keluar, tetapi persepsi orang terhadap Pak Rektor yang jenderal itu tetap positif.
Sebaliknya, kata-kata “bagus”, “pantas”, “silahkan” dan sebagainya, tapi diucapkan dengan keras dan penuh meosi, maka orang yang mengucapkan itu dipersepsi sedang marah berat, atau galak atau sadis.
f. Penampilan
Dalam konsep struktural, pakaian mode, kosmetik, bahkan kaca mata, tas tangan atau model rambut termasuk dalam struktur kepribadian. Artinya orang yang berpakaian dengan mode A menunjukan pemakainya berkepribadian A, model B menunjukan kepribadian B, kosmetik C menunjukan kepribadian C pula.
Pak Ustadz Sulaiman ketika diundang ceramah Nuzulul Qur’an di sebuah mesjid datang dengan mengenakan celana jeans, jaket kulit, kaca mata hitam, rambut gondrong tidak disisir dan membawa gitar. Meskipun orang sudah kenal Pak Ustadz tersebut, tapi tak urung ketika melihanya dalam pakaian yang berada di luar konsep jama’ah, orang tergoda untuk bertanya, apa betul ini Ustadz Sulaiman, kasihan yah Ustadz Sulaiman. Atau apa gerangan yang menimpa ustadz kita ini? Jama’ah akan mempersepsi bukan ustadz Sulaiman, atau sebagai ustadz yang sedang “kumat”, atau persepsi negative lainnya. Orang memang sering tertipu oleh penampilan seseorang yakni apa yang dalam psikologi disebut hallo effect.

Faktor Situasional yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi persepsi kepada orang lain adalah :
a. Cara menyebut sifat orang
Kalau seorang guru disebutkan oleh kepala sekolahnya bahwa Pak Guru yang ini orangnya pintar, dan saya saya murid, hanya metode mengajarnya yang masih harus diperbaiki, maka persepsi orang kepada Pak Guru adalah positif. Tetapi jika dibalik, Pak Guru ini tidak mengerti metodologi pengajaran, meskipun ia sayang murid dan pintar, maka persepsi kepadanya menjadi negatif. Jadi secara psikologis, sifat yang pertama kali disampaikan, apalagi dengan intonasi yang meyakinkan, sangat mempengaruhi persepsi.
b. Jarak
Harian Republika edisi 2 Januari 1995 memuat foto Rektor UIA sedang menyambut kedatangan Abdurrahman Wahid, Ketua Umum PB NU pada acara ceramah ilmiah di hadapan peserta musyawarah alumni UIA. Kebetulan penyelenggara musyawarah itu pada hari-hari di mana pertentangan Gus Dur dengan kelompok Abu Hasan sedang gencar-gencarnya di bahas oleh Koran, termasuk Republika. Karena dalam gambar itu kelihatan sekali Rektor UIA, Sutjipto Wirosardjono MSc, dengan dengan Gus Dur, maka besoknya banyak sekali telepon dan orang yang bertanya, dan sudah mempersepsi bahwa Pak Cip adalah pendukung Gus Dur. Beberapa teman dekat yang telah mengetahui bahwa Pak Cip bukan pendukung Gus Dur pun ada yang mempersepsi bahwa Pak Cip telah berubah. Jadi jarak keakraban, jarak sosial, jarak ide, dekat atau jauh, mempengaruhi persepsi interpersonal.
Dekat dengan presiden di persepsi orang penting, dengan dengan kyai dipersepsi saleh atau ‘alim, dengan dengan Edy Tanzil dipersepsi terlihat skandal Bapindo, pendapatnya berdekatan dengan ide-ide komunis juga bisa dipersepsi sebagai Marxis.
c. Gerakan orang
Si Alex jika berbicara dengan orang selalu berkacak pinggang dan membusungkan dada, maka hampir semua orang yang melihatnya menganggapnya sebagai orang yang sombong, sedangkan si Dolah jika berbicara dengan orang lain selalu menundukan kepala dan tangannya dilipat di depan, maka orang mempersepsinya sebagai orang yang sopan atau orang yang rendah diri.
Jadi gerakan membusungkan dada dipersepsi sombong, gerakan menengadahkan kepala ketika berbicara dipersepsi sebagai pemberani, bertopang dagu dipersepsi sedih, dan menadahkan tangan dipersepsi sedang memeinta atau memohon.
d. Petunjuk Wajah
Wajah adalah cermin jiwa, oleh karena itu sifat-sifat orang terkadang dapat diketahui melalui petunjuk wajah. Ilmu tentang ini disebut Frenologi. Akan teteapi tidak semua orang dapat membaca wajah, oleh karena itu tak jarang orang keliru mempersepsi orang lain melalui wajah, baik karena tidak memiliki pengetahuan tentang itu, atau karena tertipu oleh wajah manis hati serigala, atau wajah garang hati lembut.
e. Bagaimana cara mengucapkan Lambang-lambang Verbal
Seorang perwira tinggi yang kebetulan menjabat sebagai rektor sebuah PTS, kecewa terhadap seorang stafnya tentang suatu hal. Kepada stafnya itu ia berkata, "monyet lu”. Akan tetapi, dari cara beliau mengucapkannya, yakni tidak terlalu keras dan bernuansa humor, maka orang tahu bahwa cacian monyet itu bukan lambing kemarahan besar sehingga tidak dipersepsi sebagai cacian, malah stafnya yang dimarahi sering merespon dengan senyum-senyum. Meskipun “monyet” nya sering keluar, tetapi persepsi orang terhadap Pak Rektor yang jenderal itu tetap positif.
Sebaliknya, kata-kata “bagus”, “pantas”, “silahkan” dan sebagainya, tapi diucapkan dengan keras dan penuh meosi, maka orang yang mengucapkan itu dipersepsi sedang marah berat, atau galak atau sadis.
f. Penampilan
Dalam konsep struktural, pakaian mode, kosmetik, bahkan kaca mata, tas tangan atau model rambut termasuk dalam struktur kepribadian. Artinya orang yang berpakaian dengan mode A menunjukan pemakainya berkepribadian A, model B menunjukan kepribadian B, kosmetik C menunjukan kepribadian C pula.
Pak Ustadz Sulaiman ketika diundang ceramah Nuzulul Qur’an di sebuah mesjid datang dengan mengenakan celana jeans, jaket kulit, kaca mata hitam, rambut gondrong tidak disisir dan membawa gitar. Meskipun orang sudah kenal Pak Ustadz tersebut, tapi tak urung ketika melihanya dalam pakaian yang berada di luar konsep jama’ah, orang tergoda untuk bertanya, apa betul ini Ustadz Sulaiman, kasihan yah Ustadz Sulaiman. Atau apa gerangan yang menimpa ustadz kita ini? Jama’ah akan mempersepsi bukan ustadz Sulaiman, atau sebagai ustadz yang sedang “kumat”, atau persepsi negative lainnya. Orang memang sering tertipu oleh penampilan seseorang yakni apa yang dalam psikologi disebut hallo effect.
0 komentar "Citra Da'i di Mata Masyarakat (3)", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar