Morfologi, Reproduksi, dan Fisiologi Kapang

Kapang (Mold) adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada substrat mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang (Ali, 2005).

Menurut Fardiaz (1992), kapang terdiri dari suatu thallus yang tersusun dari filamen yang bercabang yang disebut hifa. Kumpulan dari hifa membentuk suatu jalinan yang disebut miselium. Setiap hifa memiliki lebar 5-10 µm (Pelczar dan Chan, 1986).

Menurut Fardiaz (1992), dan Waluyo (2004), kapang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan struktur hifa, yaitu hifa tidak bersekat atau nonseptat dan hifa bersekat atau septat. Septat akan membagi hifa menjadi bagian-bagian, dimana setiap bagian tersebut memiliki inti (nukleus) satu atau lebih. Kapang yang tidak memiliki septat maka inti sel tersebar di sepanjang hifa. Dinding penyekat pada kapang disebut dengan septum yang tidak tertutup rapat sehingga sitoplasma masih dapat bebas bergerak dari satu ruang ke ruang lainnya. Kapang yang bersekat antara lain kelas Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.  Sedangkan kapang yang tidak bersekat yaitu kelas Phycomycetes (Zygomycetes dan Oomycetes).

Reproduksi Kapang

Secara alamiah kapang berkembang biak dengan berbagai cara, baik aseksual dengan pembelahan, penguncupan, atau pembentukan spora. Dapat pula secara seksual dengan peleburan nukleus dari kedua induknya. Pada pembelahan, suatu sel membelah diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa. Pada penguncupan suatu sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya (Waluyo, 2004).

Menurut Fardiaz (1992), secara aseksual spora kapang diproduksi dalam jumlah banyak, berukuran kecil dan ringan, serta tahan terhadap keadaan kering. Spora ini mudah beterbangan di udara, dan bila berada pada substrat yang cocok, maka spora tersebut tumbuh menjadi miselium baru.
Morfologi Kapang
Morfologi Kapang

Spora aseksual yaitu:

  1. Konidiospora atau konidia, yaitu spora yang dibentuk di ujung atau di sisi suatu hifa.  Konidia kecil dan bersel satu disebut disebut mikrokonidia. Sedangkan konidia besar dan banyak disebut makrokonidia.
  2. Sporangiospora. Spora bersel satu, terbentuk di dalam kantung spora yang disebut sporangium di ujung hifa khusus yang disebut sporangiofora.
  3. Oidium atau arthrospora, spora bersel satu ini terjadi karena segmentasi pada ujung-ujung hifa.  Sel-sel tersebut selanjutnya membulat dan akhirnya melepaskan diri sebagai spora.
  4. Klamidospora, spora ini berdinding tebal, dan sangat resisten terhadap keadaan yang buruk yang terbentuk pada sel-sel hifa vegetatif.
  5. Blastospora, terbentuk dari tunas pada miselium yang kemudian tumbuh menjadi spora.  Juga terjadi pada pertunasan sel-sel khamir.(Ali, 2005).

Perkembangbiakan secara generatif atau seksual dilakukan dengan isogamet atau heterogamet. Pada beberapa spesies perbedaan morfologi antara jenis kelamin belum nampak sehingga semua disebut isogamet.  Tapi pada beberapa spesies mempunyai perbedaan gamet besar dan kecil sehingga disebut mikrogamet (sel kelamin jantan) dan makrogamet (sel kelamin betina).

Spora seksual yaitu:

  1. Askospora. Spora bersel satu terbentuk di dalam kantung yang disebut dengan askus. Biasanya terdapat 8 askospora di dalam setiap askus.
  2. Basidiospora. Spora bersel satu terbentuk gada yang dinamakan basidium.
  3. Zigospora. Spora besar dan berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi dinamakan gametangia.
  4. Oospora. Spora terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut oogonium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan di anteridium menghasilkan oospora. Dalam setiap oogonium terdapat satu atau lebih oosfer.


Sifat Fisiologi Kapang

1. Kebutuhan air

Kebanyakan kapang membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya dibandingkan dengan khamir dan bakteri (Waluyo, 2004). Air merupakan pelarut esensil yang dibutuhkan bagi semua reaksi biokimiawi dalam sistem hidup dan sekitar 90% menyusun berat basah sel (Ali, 2005).

2. Suhu pertumbuhan

Kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu mampu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30oC, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37oC atau lebih. Beberapa kapang bersifat psikotrofik yakni dapat tumbuh baik pada suhu lemari es, dan beberapa bahkan masih dapat  tumbuh lambat pada suhu dibawah suhu pembekuan, misal -5 sampai -10oC, selain itu beberapa kapang bersifat termofilik yakni mampu tumbuh pada suhu tinggi (Waluyo, 2004).

3. Kebutuhan oksigen dan pH

Semua kapang bersifat aerobik, yakni membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh baik pada pH yang luas, yakni 2,0-8,5, tetapi biasanya pertumbuhannya akan baik bila pada kondisi asam atau pH rendah (Waluyo, 2004).

4. Nutrien

Waluyo (2004) menyatakan nutrisi sangat dibutuhkan kapang untuk kehidupan dan pertumbuhannya, yakni sebagai sumber karbon, sumber nitrogen, sumber energi, dan faktor pertumbuhan (mineral dan vitamin). Nutrien tersebut dibutuhkan untuk membentuk energi dan menyusun komponen-komponen sel. Kapang dapat menggunakan berbagai komponen sumber makanan, dari materi yang sederhana hingga materi yang kompleks. Kapang mampu memproduksi enzim hidrolitik, seperti amilase, pektinase, proteinase dan lipase.  Maka dari itu kapang mampu tumbuh pada bahan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid.

5. Komponen penghambat

Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme lainnya. Komponen ini disebut antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenum, dan clavasin yang diproduksi oleh Aspergillus clavatus. Sebaliknya, beberapa komponen lain bersifat mikostatik atau fungistatik, yaitu menghambat pertumbuhan kapang, misalnya asam sorbat, propionat dan asetat, atau bersifat fungisidal yaitu membunuh kapang (Fardiaz, 1992).

Daftar Pustaka

Ali, A., 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid I. State University of Makassar Press. Makassar.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan., 1986.  Dasar-dasar Mikrobiologi I. Diterjemahkan oleh Hadioetomo, dkk. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Waluyo, L., 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.


0 komentar "Morfologi, Reproduksi, dan Fisiologi Kapang", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar